Kamis, 20 Maret 2008

MASA REMAJA

Masa Awal Remaja

Setelah lulus sekolah dasar (SD) hatiku bergegas untuk masuk PerguruanIislam di Madraasah Tsanawiyah (MTs).disini aku mengenal bahasa Arab dan pelajaran-pelajaran agama lainnya yang kuanggap bisa berguna bagi masa depan. Waktu itu genap usiaku 12 tahun, adalah masa seorang anak beralih ke usia remaja (pubertas), dan tubuhku mulai sedikit berubah, suarakupun mulai membesar.

Ternyata benar apa yang dikatakan Charlotte Buhler, “ masa puber sebagai masa fase negatif, bahwa setiap individu mengambil sikap “anti” terhadap kehidupan atau kelihatannya kehilangan sifat-sifat baik yang sebelumnya sudah berkembang”. Saat masa ini aku seperti mencari jatidiriku sebagai manusia baru (pubertas) dan akupun jarang berada dirumah, karena pergaulanku mengalami sedikit perubahan dan mulai tertarik pada lawan jenis.

Masa Remaja

Dari MTs aku beralih ke sekolah umum (SMA). Sekolah di SMA, aku banyak menemukan hal baru dalam pribadiku. Matangnya emosiku mendorongku untuk bersikap lebih dewasa. Seperti remaja pada umumnya yang identik dengan badai dan tekanan, terutama dalam hubungan dengan lawan jenis, akupun mengenal cinta. Disini aku banyak mengenal sifat-sifat remaja yang variatif dan berbagai tekanan emosi yang tak stabil yang menyeretku untuk berpikir kritis dalam memecahkan suatu masalah. Tak seperti sebelumnya yang hanya bereaksi secara emosional, kini aku mulai berpikir tentang masa depan. Berbeda dengan remaja lain yang hanyut dalam pergaulan negatif, aku terus berusaha untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagiku maupun untuk orang lain. Walaupun aku harus bergaul dengan brendel sekalipun, yang hidup bebas.

Masa Akhir Remaja

Seiring jalannya waktu, ternyata aku harus terusir oleh waktu. Merantau ke kota Ciputat untuk melanjutkan studiku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, walaupun sebelumnya aku mengharap kota Bandung jadi tempat studiku. Disini kubuka lembaran awal masa dewasaku untuk menyongsong masa depan. Di awal kedewasaanku ini, emosiku mulai stabil dalam memecahkan suatu perkara, aku terus berjuang untuk tetap menyeimbangkan kehidipanku. Berbagai hal baru membanjiri hidupku, dan tak sedikit pula tekanan yang silih berganti untuk menghambat lajuku. Aku harus tetap tegar dalam menjalani hidup.

Seberkas Coretan

“Si Manja,” panggilan itu kerap kusandang dari orang-orang disekitar telingaku. Mereka anggap aku seorang raja ditengah keluargaku, karena apa yang kupinta tak pernah di sangkal, tersentuh orang lainpun bapakku dengan buas menerkamnya. Itulah sosok “Si Manja” yang menjadi benalu dihidupku selama 14 tahun. Kesematawayanganku merupakan pemicu diusungnya aku sebagai raja, tapi setelah saudaraku lahir dibumi, tahta kerajaanku harus terbagi dua, dan aku dilepas untuk menjalani jalan terjal remaja. Disini kutemukan sepercik kemandirian. Aku mulai dihadapkan pada pergaulan yang terbentang luas, seakan-akan “Si Manja” lenyap ditelan waktu. Aku mulai hidup lepas yang penuh pergolakan. Kini aku telah dewasa, harus berani tanggung jawab.